Rabu, 14 Maret 2012

Anyone can be influence by goodness

Sebuah kalimat ini aku rekam dari kegiatan perkuliahan microteaching. Begini bunyinya, "Anyone can be influence by goodness". Kalimat itu diucapkan oleh dosenku waktu itu Pak Andreas.

Petuah ini terlontar dalam pada saat perkuliah sedang membahasa tentang kekerasan pada siswa di sekolah. Banyak hal yang membuat kekerasan di sekolah terjadi. Namun, semua itu terjadi karena tidak mampunya masing-masing individu tidak dapat mengendalikan ego dan keniginan untuk dihormati.

Beliau kemudian menceritakan pengalamannya ketika masih bertugas di sekolah dulu yang berkaitan tentang kekerasan (violence). Beliau menceritakan tentang kondisi di suatu sekolah yang sangat menjaga komitmen dalam hal disiplin dan juga sekolah yang bertaraf biasa-biasa saja. Hal itu sebagai pembanding bagaimana proses penyelasaian masalah kekerasan di sekolah yang dialami oleh siswa.

Pertama, di suatu sekolah swasta terkemuka di Semarang. Di situ siswa sudah diajak untuk mengenal komitmen dan menaati komitmen yang telah disepakati bersama. Pokok dari komitmen itu adalah bahwa siswa harus menaati perturan sekolah tersebut karena siswa telah memilih sekolah tersebut untuk menjadi sekolah lanjutan yang dipilihnya meneruskan jenjang pendidikannya. Seklah itu tidak segan-segan untuk mengeluarkan dari sekolah apabila terbukti tidak disiplin. Dengan model pendidikan seperti ini, siswa menjadi patuh terhadap perturan dan komitmen yang telah merka sepakati dulu pada saat pertama kali masuk sekolah.

Kedua, di suatu sekolah biasa yang tidak terlalu terpandang di mata masyarakat. Di situ siswa-siswanya banyak yang berpenampilan tidak selayaknya siswa pada umumnya yang kita lihat. Buku pelajaran diselipkan di kantong belakang celana, penampialn tidak rapi, dsb. Berbagai macam persoalan ketidakdisiplinan dan kekerasan kerap terjadi di situ. Namun, metode yang diterapkan oleh guru-guru di situ adalah dengan memberikan pujian dan memberikan tanggung jawab yang lebih pada siswa "pengacau". Lambat laun ssiwa tersebut menjadi sadar akan perbuatan yang telah dilakukaknnya. Siswa tersebut menjadi siswa yang berubah dari mulanya seorang yang tidak disiplin.

Dari sini kita dapat melihat bahwa, status sekolah tidaklah penting dalam mendidik anak. Yang penting adalah keteguhan guru untuk mendidik anak menjadi orang yang bermanfaat. Karena sejatinya mendidik adalah suatu proses mengubah perilaku terdidik dari buruk menjadi baik. Dan sekolahlah tempat yang pantas untuk melakukan hali itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar